Kamis, 08 November 2012

Potret Pelaksanan Standar Pelayanan Minimal di Provinsi NTB


MEMAKNAI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

Otonomi daerah membawa perubahan dalam penyeleggaraan pemerintahan, pemenuhan terhadap penyelenggaraan pelayanan yang baik menjadi tantangan tersendiri bagi pihak pemerintah daerah untuk dapat menghasilkannya. Tidak hanya itu saja, pelayanan merupakan alat ukur pencapaian keberhasilan kinerja pemerintah daerah dan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dengan menggunakan alat sebagai pedoman pemberi pelayanan yaitu standar pelayanan minimal (SPM) sesuai dengan Undang-undang 32 tahun 2004 pasal 11 ayat 4 Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Menurut pengertiannya pada pasal 1 Angka 6, standar pelayanan minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentan jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Jenis dan mutu pelayanan dasar, yang menjadi pertanyaan disini apa saja jenis pelayanan dasar yang harus disiapkan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya apakah seluruh urusan wajib yang dimaktubkan pada PP 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan dengan jumlah 28 urusan yang menjadi urusan wajib.

Terdapat juga pengertian pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar yang mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan pemerintah. Pelayanan dasar ditentukan dengan tiga kriteria yang sangat besar dan luas sehingga seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) membuat SPM yang harus diterapkan oleh pemerintah daerah dan pada akhirnya juga berdampak pada anggaran serta mobillisasi sumberdaya yang dibutuhkan dalam implementasi SPM.

Urusan wajib yang menjadi pelayanan dasar pada frase kalimat ini memiliki, terdapat pertanyaan yang perlu di jawab meningat di dalamnya terdapat 26 urusan wajib yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang kesemuannya berimplikasi pada tiga aspek besar antaralain sosial, ekonomi, dan pemerintah. Tetapi perlu penekanan yang menakah sesunggunhnya urusan wajib yang berupa pelayanan dasar dan dimana terdapat pelayanan dasar tersebut.
  
Perlu juga di ketahui dalam 65 tahun 2005 pasal 4 ayat 1, menteri/pimpinan lembaga pemerintah non departemen menyusun SPM sesuai dengan urusan wajib sebagaimana dimaskud pasal 2 ayat 2 dimana berbunyi SPM disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib pemerintah daerha provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yanh terkait dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. K/L dapat menyusun SPM dan selanjunya untuk dilaksanakan oleh  pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, juga termaktub PP 65 tahun 2005 dalam pasal 9 ayat 2.


SPM yang menjadi alat menentukan anggaran berbasis manajemen kinerja dalam penentuan besaran anggaran yang dibutuhkan untuk penyediaan pelayanan dasar denga berdasarka indokator kinerja yang di tentukan oleh masing-masing K/L. SPM merupakan Tolak ukur untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan suatu bentuk manajemen kinerja pemerintah daerah dalam memenuhi akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah daerah.  setidaknya manajemen yang berbasi kinerja berfokus pada hasil akhir (outcome) jadi indikator yang terdapat pada jenis dan mutu pelayanan sekiranya adalah indikator outcome. manajemen kinerja sendiri pengeritannya dalam mahmudi, 2010 yang dikuti dari management handbook Departemen energi USA adalah merupakan suatu pendekatan sistematik untuk memperbaiki kinerja melalui proses berkelanjutan dalam penetapan sasaran-sasaran kinerja strategik; mengukur kinerja; mengumpulkan; menganalisis; menelaah; dan melaporkan data kinerja serta menggunakan data tersebut untuk memacu perbaikan kinerja.

Tugas pemerintah pusat dalam hal ini K/L antara lain:
1.      Menyusun SPM beserta petunjuk dan pedoman teknisnya dengan peraturan menteri
2.      Melakukan pembinaan kepada pemerintahan daerah dalam penerapan SPM
3.      Memiliki kewajiban mendukung pengembangan kapasitas pemerintah daerah yang belum mencapai SPM dan dapat melimpahkan kewajibannya kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
4.      Memberikan penghargaan dan sangsi.
Tugas Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dalam pelaksanaan SPM:
1.      Menyusun rencana Capaiaan SPM sesuai target yang sudah ditentukan dituangkan kedalam RPJMD dan Renstra SKPD
2.      Mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan  kedalam sistem informasi daerah
3.      Mengelola pelayanan publik secara bersama-sama dengan daerah disekitarnya
4.      Melakukan kerja sama dengan pihak swasta, untuk memenuhi capaian target SPM.

PERAN PEMERINTAH PROVINSI NTB DALAM MENDUKUNG SPM  

Melihat perannya, pemerintah provinsi  NTB dalam implementasi SPM di wilayahnya yaitu di Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Selatan melakukan fasilitasi secara umum terkait dengan penyusunan rencana capaian dan penetapan target tahuan dengan memlakukan pendampingan dalam penyusunan RENSTRA dan RENJA yang merupakan dokumen perencanaan daerah.

Melihat kewenannganya di dalam PP 65 tahun 2005, peran pemerintah provinsi hanya memiliki peran pembinaan kepada pemerintah kabupaten/kota dan itu dilakukan paling akhir pada tahun 2011. Selain itu juga, pemerintah kabupaten/kota, mendapatkan fasilitasi terkait dengan pencapaian kinerja dengan indaktor SPM tetapi itu tidak mengulas SPM secara khusus.

Terdapat beberapa program provinsi NTB mendukung juga pencapaian SPM seperti yang menjadi program prioritas dan ungulan yang diharapkan mendongkrak pencapaian SPM yang dimasukan kedalam bidang pendidikan dan kesehatan program Akuno dan Akuano.

Selain itu terdapat alokasi dana dari pemerintah pusat khususnya dibidang pendidikan dan kesehatan berupa Dana Oprasional Sekolah dan bantuan oprasional kesehatan (BOK) setidanya membantu untuk pencapaian SPM di tingkat Kabupten/Kota. Dana ini merupakan dana alokasi dari pemeritah pusat kepada pemerintah provinsi dalam mendukung kewenangan gubernu sebagai wakil pemerintah pusat.

Pengelolaan keuangan untuk mendukung SPM di provinsi NTB seperti Jamkesda yang dikelola oleh biro keuangan dalam dana bantuan sosial sedangkan dinas kesahatan hanya sebagai pengadministrasi saja, dirasa kurang pas mengingat tugas pokok dan fungsi dari unit-unit tersebut sudah cukup jelas. Pengelolaan tersebut arus di reposisi sesuai dengan tupoksi dari unit kerja.

Pada bidang kesehatan pemerintah provinsi menetapkan peraturan daerah  tentang SPM bidang Kesehatan dengan menambahkan 2 indikator yang merupakan kebutuhan untuk wilayah Provinsi NTB. Kewenangan dalam menetapkan indikator SPM berada pada pemerintah dalam artian K/L terkait dan pemerintah daerah memiliki kewajiban melaksanakan dan melakukan fasilitasi terhadap pelaksanaan SPM.

PENERAPAN SPM DI KABUPATEN/KOTA

Penerapan SPM dikabupaten/Kota dimaksudkan melihat pelaksanaanya pada kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat pada tiga bidang pelayanan antara lain: pendidikan, kesehatan, serta pekerjaan umum dan tata ruang.


PEMAHAMAN DI DAERAH
Kemampu satu kerja perangak daerah (SKPD dalam memahami SPM pada tiga bidan tersebut sudah memahami untuk di terapkan dalam penyelenggaraan pemerintah, walaupun tingaktan pemahaman masing –masing kepala dinas berbeda tetapi setidaknya secara garis besar dapat mengerti dan mengetahui apa yang dimaksud dengan SPM

SPM di daerah locus sudah menjadi acuan dalam melakukan pekerjaan, pada tingkat SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) indokator SPM merupakan pekerjaan rutin dari tahun-ketahun yang selalu dilaksanakan. Pada tingkat pelaksanan dapat memahami secara mendalam kebutuhan ataupun juga turunan untuk pelaksanaan kegiatan dan pelayanan apa yang harus diberikan kepada masyarakat dengan menigkuiti indikator, capaian target sasarana yang sudah termaktub dalam setiap SPM.

Penguatan SPM di ketiga daerah locus tersebut melalui sosialisasi dan pembinaan secara langsung oleh kementerian terkait. SPM memang tidak secara terang-terangan di sosialisasikan dalam setiap pertemuan antara pemerintah pada tiga daerah locus dengan pemerintah yang dalam hal ini di wakili oleh kementerian terkait, setiap sosialisasi yang dilakukan indikator yang disampaikan dalam memenuhi kinerja pelayanan kepada masyarakat di daerah selalu disampaikan

Sosialisai yang spesifik terkait dengan SPM memang jarang dilakukan oleh kementerian teknis yang mengelola. Tentunya sosialisasi yang dilakukan oleh kemterian terkait tersebut sudah mengikut sertakan indikator target capaian dan sasaran kinerja yang merupakan indikator kinerja kunci dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pada setiap dinas tersebut.

Definisi indokator yang dirasa sulit diartikan karena mengunakan definisi internasional terutama pada SPM bidang Kesehatan dianggap terlalu luas agak sukar untuk dipahami oleh pelaksana dilapangan. Dengan demikian alternatifnya untuk permasalah terkait pemahaman indikator ini, pemerintah daerah lebih menyederhanakannya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang terjadi di masing-masing SKPD dengan mereposisi kembali seperti penyembut yang memperkecil jumlah cakupan dan penyebut tersebut terlalu bias jika digunkan. Juga terdapat beberapa indikator yang sebainya diterjemahkan langsung kedalam bentuk indikator kuantitatif terutama dalam melihat bentuk fisik bangunan dalam memenuhi tutunan penguna.

Terdapat indikator yang posisi sebaiknya berupa program atau pun kegiatan insidensial terkait penjaringan siswa SD. Penentuan indikator ini lah yang harus benar-benar diperhatikan oleh K/L dan Kemendagri yang memiliki tugas meverifikasi dan mengharmonisasikan SPM yang dikeluarkan oleh lembaga. Ditingkat pusat juga masih terdapat persepsi yang berbeda dalam memahami indikantor, sayangnya itu pula yang tidak diperkuat oleh aturan yang dapat meningat jenis indikator apa yang sebaiknya digunkana dalam SPM.

Selain indikator, kurang padunya pelaksanaan kegiatan unit kerja yang langsung dibawah kementerian, seperti balai-balai besar dan UPT yang ada di daerah yang melakukan pekerjaan pusat diwilayah kabupaten/kota di Provinsi NTB. Dimana satuan kerja tersebut memiliki program dan kegiatan sendiri dan pemerint daerah juga memiliki program dan kegiatan sendiri, sehingga dibutuhkan kooordinasi untuk dapat mensinegitaskan pelaksanaan pelayanan publik.

Adanya jenis pelayanan yang dilakukan bersama-sama oleh SKPD atau lembaga daerah yang bisa dapat saling bersinergi. Informasi yang didapat hasil wawancaran seperti KB yang merupakan jenis pelayanan di bidang kesehatan juga dapat saling bersinegri dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana sehingga pencapaiaan SPM dapat segera terrealisasi hal yang sama juga didapat antara SPM pendidikan dasar dengan kesehatan, kesehatan dengan pekerjaan umum dan tataruang yang terkait dengan rumah sehat. Untuk bidang kesehatan dan pendidikan terkait dengan cakupan penjaringan siswa SD dan setingkat dan kesemuanya memerlukan suatu pola penyelenggaraan SPM di daerah sehingga pada akhirnya dapat memenuhi tuntutan capaian yang di inginkan dari masing-masing SPM tersebut.

Secara khusus pelaksanaan SPM pada tiga bidang tersebut tidak dilaporkan tetapi setiap pelaksanaan dan capaian yang juga melingkupi indikator SPM sudah masuk kedalam laporan kerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaporkan kepada menteri dalam negeri melalui gubernur.

SPM DALAM PERENCANAAN
Dokumen perencanaan merupakan dokumen merupakan dokumen yang disusun untuk menetukan arah dan pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh setiap SKPD. Perencanaan merapakan metode dalam menyusun kegiatan untuk mencapai target atau sasaran yang ditetapkan oleh suatu organisasi. Perencanaan tersebut haruslah sesuai kebutuhan, tepat sasaran efektif dan efisien sehingga dapat menekan kesalahan dalam penyusunan perencanaan sebelumnya.

Artur W. Lewis dalam (Sjafrizal, 2009) mendifinisikan perencanaan pembangunan sebagai suatu kumpulan kebijakan dan program pembangunan untuk merangsang masyarakat dan swasta unutk menggunakan sumberdaya yang tersedia secara lebih produktif. Perencanaan mendorong agar masyarakat dan pemangku kepetingan di daerah untuk melakukan suatu tindakan sehingga terjadi roda pembangunan di daeah menjadi lebih baik dan lebih produktif. Terkait dengan SPM yang merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pemberian pelayanan yang minimal kepada masyarakatnya sehingga dapat memacu dan membentuk pelayanan yang lebih baik lagi bagi masyarakat daerahnya.

Indikator SPM sudah masuk dalam indikator kinerja setiap pada tiga SKPD, indikator tersebut sudah sejak lama dan menjadi indikator kinerja utama dalam pelaksanaan pelayanan di ketiga bidang pelayanan tersebut. Sebelum adanya SPM, ketiga SKPD sudah sering kali menggunakan indikator yang terdapat dalam SPM. Sosialisasi dan pengarahan dari kementerian untuk memprioritaskan indikator-indikator yang juga di dalamnya termasuk indikator SPM sudah dilakukan dengan baik.

SPM merupakan perencanaan dengan pendekatan top-down, dimana pemerintah melalui kementerian memeberikan pedoman melalui SPM untuk mendukung peningkatan palayanan di daerah. dimana SPM itu sendiri dalam pejelasan umumnya merupakan tolak ukur menjadi suatu panduan daerah untuk merenancana terget serta sasaran dan kebutuhan anggaran sehingga tujuan dari pelaksanaan kegiatan tersebut dapat tercapai sesuai dengan apa yang ditetapkan.

Pada daerah locus tersebut indikator dari ke tiga SPM menjadi perhatian serius untuk dapat mendorong perbaikan kualitas hidup masyarakat. Prioritas idikator kinerja dalam melakukan perencanaan di daerah sudah terbisa. Dari pihak legislatif tersediri tidak ada hambatan yang berarti untuk memasukan setiap indikator SPM di dalam indikator pelaksanaan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh SKPD tekait.Pada tiga daerah locus berusaha melaksanakan SPM di tiga bidang tersebut mengingat pentingnya diharapkan setiap indikator yang sudah masuk kedalam RPJMD terdapat keterpaduan pembangungan dan peningkatan pelayanan.

HAMBATAN
Belum teritegrasinya pelaksanaan SPM yang ada sehingga dirasakan kebutuhan role of the game pada tataran pelaksanaan SPM di daerah sangat dibutuhkan bukannya malah membentukan SPM di tingkat daerah yang bukan menjadi tugasnya provinsi.

Prilaku masyarakat untuk memenuhi jenis pelayanan yang terdapat dalam SPM juga memberikan pengaruh pada pencapaian target SPM. Contohnya prilaku merokok di lingkungan rumah, konsumsi makanan sehat yang menjadi alat penghitung tingkat capaian SPM. Untuk itu dapat dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dalam mengukur capaian SPM tersebut.

Penyebaran penduduk (urbanisasi), lalulalang penduduk di suatu daerah mementahkan kembali penghitungan capaian SPM khususnya SPM bidang pendidikan dan Kesehatan. Didapat informasi dari wawancaran, pada jenis pelayanan kesehatan K4 dalam menjaga kodisi ibu hamil dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga bidan, bagaimana cara menghitungnya jika ibu tersebut melahirkan diluar daerah yang sudah memeberikan pelayanan K4.

Selain itu, untuk bidang pendidikan kepadatan penduduk dimasing-masing kecamata yang berbedan dengan memiliki puskesma atau sekolah yang ditetapkan dan pandangan masyarakat yang menetapkan suatu sekolah menjadi sekolah favorit di wilayahnya sehingga berbondong-bondong masyarakat tersebut memasukan anaknya ke sekolah di suatu daerah, dimana pihak sekolah tidak kuasa untuk menolaknya kehadiran peserta didik.

Bukan saja masalah anggaran saja yang sudah menjadi cerita klasik penyelenggaraaan kebijakan tetapi kebutuhan SDM dengan kompetensi untuk memberikan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan yang sudah ditetapkan memerlukan perhatian khusus.


STRATEGI PERCEPATAN PENERAPAN SPM

Mendorong pemerintah pusat dalam hal ini K/L yang membidani SPMnya untuk melakukan tugas-tugasnya dalam percepatan pelaksanaan dalam melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah, mengingat kegagala SPM merupakan kegagalan pembinaan yang dilakukan oleh K/L.

Sinergitas program/kegiatan K/L yang membidani SPM dengan pelaksanaan SPM menjadi trobosan untuk mensinergikan pelaksanaan pembangunan.  

Perpaduan anggaran dari kegiatan K/L terkait, provinsi sebagai wakil pemerintah pusat dan kemampuan APBD di daerah.


daftar pustaka
Mahmudi, 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik edisi kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Sjafrizal, 2009. Teknik Praktis Penyusunan rencana Pembangunan Daerah. Jakarta: Baduose Media