Senin, 13 Desember 2010

PEMILIHAN KEPALA DAERAH DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Harapan yang besar dari rakyat yang memilih wakil dan calon pimpinan begitu besar, tetapi apa hendak di kata ketika sudah terpilih kecewa yang di dapat oleh rakyat. Hasil yang diharapakan dari pemilukada bisa di terjemahkan dalam pepatah ini “bagaikan panggan jauh dari api”, banyak rakyat yang datang ke TPS (tempat pemilihan suara) yang tidak mengenal para calon pemimpinnya.

UUD’ 45 menetapkan, Kepala daerah di pilih secara demokratis, di sini demokratis mengandung banyak arti dan makna yang bisa diinterpretasikan dari berbagai sudut pandang idiologi penyelenggaraan pemerintah. Pemahaman demokratis di Negara Kesatuan Indonesia bisa kita tinajau dari setiap sila-sila dipancasila dan khususnya sila keempat dari pancasila yang dimana pancasila telah menjadi pandangan hidup rakyat Indonesia serta yang merupaka ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak terbentuknya negera ini.

Asas Efisiensi Dalam Peneyelenggaraan Pemerintahan

Dalam usaha penyelenggaraan pemerintah daerah UU No 32 tahun 2004 asas efisienasi dipakai dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Seberapa besar biaya yang di keluarkan dalam memperoleh sesuatu dan dapat memenuhi tujuan akhirnya. Dalam pemilihan kelapa daerah secara langsung membutuhkan dana yang bisa menyerap anggaran dan terkadang dirasakan terjadi In-efisiensi biaya dalam penyelenggaraan pemilukada, serta memaksa daerah otonom baru mengluarkan biaya yang cukup besar untuk menyelenggarakan pilkada tersebut

Anggaran pemilukada langsung cukup menguras APBD pemerintahan daerah, jika dibandikan manfaat yang ada bagi penyelengaraan pemerintahan daerah, dan tentunya masiih banyak jalan ke roma untuk mencari jalan yang paling hemat dan efisien untuk pelaksanaan pemilukada dan menghasilkan manfaat yang besar bagi kesejahteraan rakyat di daerah.

  
Tingginya Golput di Kabupaten/Kota

Pendidikan politik yang didapat oleh masayarakat menghasilkan tingginya tingkat ketidak ikutan sertaan dalam pemilihan. Contoh kasus pada pemilukada kota medan, jumlah golput mennembus 1.283.513 suara atau 76% rakyat yang tidak menggunakan hak suaranya.
Lain di medan lain juga di Kota Depok, terdapat 45 persen warga tidak menggunakan hak pilihnya alias golput (golongan putih) dalam Pemilihan Walikota Depok. Artinya, Lebih dari 480 ribu dari 1.054.000 warga yang terdata dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tak menggunakan hak pilihnya. 

Di Daerah otonom yang baru lahir yaitu tanggerang selatan (Tangsel) dari 729 195 pemilih yang masuk dalam DPT, yang menggunakan suaranya adalah 50-55 persen, yang notabennya anggaran penyelenggaran pilkada tersebut merupakan urunan antara pemerintahan induk dari tangsel.

Dari informasi yang di rangkum diatas tingginya golongan putih (yang tidak ikut memilik) mengindikasikan, rendahnya partisipasi rakyat yang ikut serta dalam menentukan dan memiliki kepala daerah pada tinggkat kabupaten/kota. Sehingga besaran anggaran yang dikeluarkan pemilukada kurang dirasakan manfaatnya bagi penyelenggaraan pemerintah.

Pemilihan kepala daerah secara langsung yang terjadi hingga saat ini mengindikasikan engganya rakyat untuk memilih dengan alasan melihat tidak ada perubahan pelayanan yang di rasakan oleh rakyat

Mendagri menjelaskan, dalam pilkada tahun 2010  tidak kurang Rp 3,5 triliun dana APBD yang dialokasikan untuk memilih Kepala Daerah atau rata-rata Rp 15 miliar per daerah. ika ditambah dengan biaya yang dikeluarkan seluruh calon kepala daerah per daerah dengan perkiraan Rp 15 miliar, maka biaya yang dikeluarkan mendapatkan satu pasang daerah mencapai Rp 30 miliar. Dapat kita banyangkan anggaran yang di keluarkan dalam pelaksanaan pemilukada jika berlangsung dalam dua putaran.

Tidak berhenti di situ saja, anggaran tersebut belum termasuk anggaran yang timbul dari dampak pelaksanaan pemilukada. misalnya beberapa kerusuhan dibeberapa daerah yang selama ini terjadi yang dindikasikan dari besarnya biaya satu pasang calon dalam mengikuti pemilukad dan yang paling akhir jika masa jabatan kepala daerah tersebut hanya 2-3 tahun saja karena kepala daerah terlibat kasus hukum. Lebih dari 150 Kepala daerah tersandung korupsi.

Pemilukada Kabupaten/Kota Masuk Ke DPRD

Kedudukan pemerintahan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pembinaan, pengawasan serta pengkoordinasian oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah sesuai dengan UU No 32 tahun 2004, dan apa yang terindikasi pada masa kini pembangkangan dan anarkhi massif para bupati/walikota mulai Nampak, masalah ini timbul didorong dari bagaimana mereka berangkat menjadi kepala daerah baik sebagai gubernur, bupati dan walikota yang di pilih secara langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing

Bupati/Waliikota yang telah dipilih oleh rakyatnya secara langsung dan demokratis dalam pemilukada sehingga merasa posisinya sejajar dengan gubernur dalam penyelenggaran pemrintahan daerah. Gubernur sulit untuk melaksanakan tugasnya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Untuk itu pemilihan Bupati/Walikota cukup dilakukan oleh anggota DPRD yang dimana anggota DPRD tersebut dipilih secara langsung oleh rakyatnya dalam pemilu legislatif (pileg). Sehingga dapat mewujudkan asas efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah serta terkait anggaran dan biaya lainnya dan sekaligus menghilangkan pembangkangan serta anarki massif yang terjadi selama ini.

Gubernur Dipilih Langsung Oleh Rakyat

Dukungan terhadap gubernur dari rakyat melalui Pemilukada langsung, sangat dibutuhkan guna memperkuat peran serta posisinya dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di daerah dan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, khususnya secara pisikologis dan  meredam sserta menghilangkan pembangkangan yang dilakukan oleh Bupati/Walikota.

Hal ini memberikan dan membanggun pendidikan politk bagi masyarakt di daerah dalam menyalurkan aspirasinya dalam mengupayakan pemenuhan kebutuhan dalam pelayanan dasar dan pelayanan publik kepada rakyat yang pembinaan, pengawasan dan pengkoordinasian penyelenggaraan pemerintahan baik itu Kabupaten atau Kota yang di koordinasikan oleh gubernur

Desentralisasi yang terus berjalan, memberikan dukungan perubahan yang lebih baik dalam pemberian otonomi kepada setiap pemerintah daerah, dan dengan terselenggaranya pemilukada yang merupakan alat (tool) berdemokrasi dalam menjalakan otonomi yang memberikan pendidikan politik bagi rakyat dalam berdemokrasi, sehingga efisiensi pelaksanaannya dan terciptanya  kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Imam Radianto Anwar Setia Putra
Badan Litbang Kementerian Dalam Negeri

Minggu, 05 Desember 2010

Percepatan Penyelesaiaan Permasalahan Perbatasan Antar Daerah

Desentralisasi yang terjadi di Indonesia membawa perubahan secara mendasar dalam penataan penyelenggaraan pemerintah daerah, dengan memberikan kewenangan otonom pada setiap-setiap daerah, dalam mengatur dan mengurus seluruh urusan wajib dan pilihan yangdiserahkan dalam pemenuhan pelayanan publik.

Rencana induk dalam menata daerah otonom di Indonesia merupakan arah tujuan dalam membangun pelaksanaan pemerintah daerah yang efektif dan efisien sehingga masyarakat menjadi sejahtera. Dalam pembentukan daerah otonom baru dari satu kebijakan ke-kebijakan lainnya, mulai dari 129 tahun 2000 dan 78 tahun 2007 yang keduanya tentang teknis pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah yang menjadi aturan bagi pembentukan daerah otonom baru mulai dari tahun 2000 sampai dengan 2008.

Banyaknya permasalahan tapal batas yang ditimbulkan dari banyak terbentuk daerah otonom baru, hingga saat ini sudah terbentuk sekitar 520 lebih daerah otonom baru dan 33 provinsi sejak dari tahun 1998 dimana Indonesia terdiri dari 27 Provinsi saja. 
 

Asal-Muasal timbulnya Permasalahan Perbatasan

Salah satu pemicu dari permasalah tapal batas yang terjadi selama ini adalah regulasi yang dibuat masih sangat lemah dalam penataan daerah dalam menbentuk daerah otonom baru. Regulasi yang di buat oleh pemerintah memberikan ruang yang sangat-sangat mudah bagi terbentukanya permasalahan perbatasan antar daerah. persyaratan pembentukan daerah otonom baru yang salah satu syaratnya adalah peta wilayah calon daerah otonom baru merupakan asal muasal permasalahan perbatasan antar daerah, peta calon wilayah hanya dibuat berdasarkan kaidah-kaidah pembuatan peta dengan dibantuk oleh Bakorsurtanal untuk membantu dalam penentuan titik kordinat dan BPN dari sisi dokumntasi kepemilikan tanah.

Walaupun telah dibuat berdasarkan kaidah pemebutan peta dan didukung dari dokumentasi kepemilikkan tanah, jika tidak ditaati oleh pemerintah daerah yang akan berbatasan oleh calon daerah otonom baru tersebut maka nantinya akan timbul permasalahanan perbatasan antar daerah. Dibutukan ketetapan hukum terhadap peta calon wilayah daerah otonom baru sebelum calon daerah otonom baru menjadi daerah otonom, sehingga dapat dipatuhi dan ditaati oleh daerah-daerah yang saling berbatasan sebelum menjadi daerah otonom.    

Dalam salah satu persayaratan bagi pembentukan daerah otonom baru yang selama ini hanya berupa peta calon wilayah, saat ini yang dibutuhkan adalah peraturan daerah atau peraturan lainnya yang dapat mengikat daerah yang saling berdampingan bagi daerah otonom baru.
   
Timbulnya permasalahan perbatasan antar daerah ini juga di picu dari tingkah laku manusia yang menjadi pelaku dalam pelaksanan pemerintahan, baik dari pemeritah pusat maupun dari pemeritah daerah. Dalam beberapa kasus perbatasan antara daerah, beberapa Pemerintah daerah merasa dirugikan dalam penetapan perbatasan antar daerah oleh tm fasilitasi yang dirasakan berpihak kepada salah satu daerah. Dan ada juga pemerintah daerah yang tidak taat terhadapat penetapan perbatasan antar daerah yang dilatrang belakang potensi ekonomi yang dimiliki.

Pengawasan yang lemah dalam ketaatan terhadap aturan-aturan yang belaku terutama yang terkait dengan permasalahan perbatasan, diharapakan adanya kewenangan dari pemerintah yang lebih tinggi di atasnya untuk menggambil keputusan yang tegas dan komitmen yang tinggi, sehingga dapat dipatuhi oleh seluruh penyelenggaran dan pelaksana pemerintah daerah. Pada tinggkat Provinsi peran Gubernur dapat di mainkan sebagai wakil pemerintah pusat dalam melakukan pengawas dan pengambilan keputusan terkait permasalahan perbatasan antar daerah didalam wilayahnya.

Dukungan dokumentasi pertanahan dan peta wilayah Indonesian yang lemah dengan data-data yang belum dapat berbicara banyak yang digunakan dalam penetapan tapal batas antar daerah menimbulkan interpretasi yang beragam di berbagai daerah. Interpretasi tersebut dimanfaatkan oleh segelitir kelompong untuk dapat mengeser-geser tapal batas daerah sebulumnya. Dalam rencana induk penataan daerah otonom dapat diikut sertakan juga peta wilayah daerah Indonesia yang dapat sebagai acuan para penyelenggaran dan pengambil keputusan didaerah dalam pelaksanaan tugas-tugasnnya demi memenuhi dukungan pembangunan daerah.              


Alternatif Pencegahan Permasalahan

Perda tentang penetapan tapal batas antar daerah dengan calon daerah otonom baru harus menjadi salah satu syarat mutlak dalam pembentukan daerah otonom. Perda ini bisa merupakan Perda bersama atau Perda Provinsi yang mengatur antara daerah yang saling berbatasan dengan calon daerah otonom baru yang di usung oleh Daerah induk atau Pemerintah Proviinsi dan diharapkan dengan adanya Perda tersebut para Kepala Daerah yang daerahnya saling berbatasan mematuhi peraturan yang sudah di tetapkan, dan bagi daerah yang tidak taat dengan peraturan yang sudah ditetapkan maka akan di berikan sangsi oleh pemerintahan yang lebih tinggi di atasnya, untuk kabupaten/kota akan ada tindakan dari gubernur yang menjadi wakil pemerintah pusat di daerah dalam memberikan reward dan funicment dalam penataan daerah tersebut.

Kepatuah terhadap aturan yang sudah di tetapakan dalam peneyelesian permasalahan perbatasan antar daerah dan diterima dengan arif dan bijaksana untuk dapat melaksanakan. Tingkah laku manusia dalam melaksanakan dan taat terhadap peraturan merupakan kunci sukses implementasi aturan berjalan lancer dan baik, banyak permasalahan perbatasan daerah yang aturan sudah ada karena faktor ekonomi atau lainya yang di pengaruhi oleh para penguasa di daerah dan menjadikan aturan tersebut menjadi bergeming dan menjadi ruang untuk konflik permasalahan perbatasan antar daerah.

Netralitas tim fasilitasi sangat di butuhkan dalam penyelesaian permasalahan perbatasan, dimana seringkali tim ini dirasakan sering memihak salah satu daerah dalam penyelesaiaan permasalahan perbatasan daerah. Tim fasiilitasi ini harus memiliki kapabitas dan integritas tinggi dalam menangani masalah perbatasan antar daerah dengan melekatkan aturan-aturan yang dapat mengiakat setiap tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menyelesaikan permaslahan perbatasan.   

Membuat peta Indonesia yang baru sebelum moratorium pemekaran daerah di cabut. Peta yang di buat berdasarkan kaida-kaidah pembutan, yang selanjutnya akan menjadi acuan bagi pemebentukan daerah otonom baru untuk menentukan dan menuntun daerah atau pemerintah pusat dalam kegiatan pemekaran daerah dimasa yang akan datang dan peta indonesia tersebut dituangkan dalam peraturan perundang-undanga sehingga tapal batas daerah akan mengacu pada peta tersebut.


Lemahnya Peran Gubernur

Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, belum bisa berbuat banyak dalam penyelesaian permasalahan perbatasan, penyelesaian persamalahan dalam PP 19 Tahun 2010 belum bisa mengakomodasi penyelesaian permasalahan.  dalam melakukan negosiasi dan persuasi, terkadang hasil yang diharapakan tidak sesuai dan pada akhirnnya diserahkan ke pemerintah pusat dalam hal ini kementerian dalam negeri dengan mengeluarkan permendagri yang didapat dari hasil analisis dan observasi lapangan yang dilakukan oleh tim Kementerian Dalam Negeri.

tulisan dalam terbitan media litbang Kemendagri

Jumat, 15 Oktober 2010

Pemilihan Kepala Daerah

Kepemimpinan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menjalankan suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu. begitu juga dengan Kepala Daerah diimana sebagai pimpinan penyelenggaran pemerintah didaerah. untuk itu sangat penting kiranya kepemipinan tersebut dipilih secara demokratis sesuai pasal di dalam UUD 45.

Dalam era reformasi saat ini, pemilihan kepala daerah merupakan kegiatan politik yang diterapkan didaerah sehingga masyarakat daerah turut andil dalam perpolitikan didaerahnya masing-masing. isu yang timbul dan berkembang terkait dengan penyelenggaraan pemilukada yang terjadi saat ini mulai dari permasalahan DPT, anggaran yg besar, konflik antar peserta dan penyelenggara pemilukada (KPUD) hingga pengajuan anak atau istri untuk menjadi calon  Kepala Daerah.

Pemilukada belum banyak diatur dalam UU No 32 tahun 2004 sehingga banyak menimbulkan permasalahan. RUU tentang pemilukada sedang di godong oleh pemerintah bersama DPR untuk dapat disahkan. dari permasalahan yang timbul selama ini, permasalahan yang terjadi memang menjadi tolak ukur dalam penyelenggaraan pemilukada di berbagai daerah, 

Ongkos untuk menjadi Kepala Daerah yang cukup besar dalam pemilihan secara langsung, sehingga akan menuntut untuk dapat mengembalikan kembali pada saat menjadi Kepala Daerah dan tidak sedikit Kepala Daerah terlibat dengan masalah hukum dalam pelaksanaan pemerintah di daerah.

Banyaknya permasalahan yang timbul merupakan ekses dari kebijakan dalam penyelenggaran pemerintah yang baru dibangun pada zaman reformasi. tuntutan demokratisasi dalam setiap penyelenggaraan selalu timbul pada zaman ini dan dibarengi politisasi dalam segala bidang peneyenggaraan pemerintahan. 

Saat ini pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan oleh KPUD dan masyarakat memilih langsung para calon-calon pemimpinan Kepala Daerah pada TPS dan pada era orde baru pemilihan Kepala Daerah melalui mekanisme perwakilan dimana masyarakat memilih partai dan melalui partai politik yang anggotanya duduk di DPRD untuk melaksanakan tugasnya memilih Kepala Daerah.

Bagi daerah otonom baru dan lama bentuk pelaksanan pemilukada sebaginya mendapat perlakuan yang berbeda melihat anggaran yang cukup besar untuk menyelenggarakan pemilukada terebut. sedangkan anggaran yang di miliki oleh DOB terbatas didapat melalui hibah pemerintah daerah induk dan Pemerintahan daerah diatasnya, sebaiknya metode pemilihan kepala daerah tersebut berbeda. bagi daerah otonom baru mengunakan metode perwakilan, dan bagi daerah otonom lama dengan pemilihan langsung yang dimana untuk anggaran kampanye untuk tiap-tiap calon diukur dengan jumlah penduduk, luas wilayah pemilihan dan pendapatan perkapita penduduk di wilayah pemilihan kepala daerah tersebut agar dapat menghindari terjadinya KKN setelah menjadi Kepala daerah nantinya.

Kamis, 06 Mei 2010

Pemekaran Daerah

       Salah satu kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dengan usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat di daerah, pemerintah pusat menetapkan kebijakan pemekaran daerah sejak UU No 22 tahun 1999 dan UU no 32 tahun 2004 tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah dan teknis pelaksanaannya ditetapkan dengan PP no 78 tahun 2007 tentang pemkekaran, pengabungan dan penghapusan daerah.
      Usaha yang ditempuh dengan dalam penetapan kebijakan pemekaran tersebut telah menghasilkan daerah otonom baru (DOB) yang memiliki tujuan utama menciptakan pemerintahan daerah dalam pemenuhan serta perwujudan kesejahteraan masyarakat didaerah, banyak daerah  yang dimekarkan tetapai yang menjadi tujuan utama dari pemekaran tersebut belum dapat terpenuhi oleh penyelenggaran daerah. pemekaran yang terjadi selama ini membawa daerah kepada penyelenggaraan pemerintahan yang kurang efektif dan efisien belum semua tuntutan UU no 32 tahun 2004 dilaksanakan dengan sunguh-sunguh, sehingga berjalan tidak seimbang sehingga menghasilkan daerah yang bergantung pada pemerintah pusat. hasil evaluasi yang dilakukan oleh kementrian yang terkait penyelenggaraan pemerintah daerah menemukan sekita 82 % daerah otonom baru masih mengatungkan anggaranya pada pemerintah pusat. 
      Masih besarnya katergantungan Daerah Otonom Baru kepada pemerintah pusat dalam hal anggaran merupakan suatu hal yang tidak mengejutkan lagi, bisa dipahami pemekaran daerah masih belum melalui jalur yang tepat, dalam penyelenggaraan pemerintah daerah memang masih sangat tergantu dari pendanaan daerah induk dan provinsi untuk mewujudkan serta menjalankan penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap pemenuhan kesejahteraan masyarakat 
     Kementrian Dalam Negeri belum benar-benar menjadi perangkat dalam menilai serta menentukan daerah otonom baru meningat pemekaran daerah bisa melalui mekanisme DPR yang memiliki hak legislasi dalam membuat UU karena pemekaran daerah di tetapkan oleh UU. bisa dipahami pemekaran daerah masih belum melalui jalur yang tepat, kemampuan serta letak daerah yang masing-masing berbeda serta potensi SDM aparatur pada daerah otonom baru yang tercipta masih jauh dari tuntutan pembentukan daerah otonom baru di tambah anggaran masalah kepemimpinan pejabat bupati konflik perbatasan merupakan permasalahan yang tercipta dari pemekaran daerah.
     Banyak hal yang harus di perbaiki mulai dari cara dan teknis pemekaran, pemebentukan satuan prangkat kerja daerah pada awal pemekaran dalam menuntun persiapan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, rekrutmen kepemimpinan daerah dan aparatur, pengalian potensi daerah hingga menciptakan kinerja yang efekti dan efisien sehingga mempermudah perwujudtan kesejahteraan masyarat.
      
semoga tulisan ini memberikaninspirasi dan manfaat bagi para pembaca. terima kasih