Desa merupakan
bentuk komunitas yang berotonomi dalam menyelenggarakan pemerintahan
mendapatkan pelimpahan kewenangan untuk dapat memenuhi tuntutan kebutuhan
pelayanan kepada masyarakat. Dengan otonomi desa saat ini, terdapat beberapa
kewenangan desa yang diberikan untuk ditetapkan terlebah dahulu dan selanjutnya
dilaksanakan oleh pemerintah desa.
Kewenangan desa/desa adat dalam berotonomi
nantinya memberikan penjelasan terhadap bidang-bidang dalam penyelenggaraan
pemerintahan pemerintahan desa. hal ini sangat penting untuk segera ditentukan
apa saja program/kegaitan yang merupakan turunan dari kewenangan desa tersebut,
sehingga nantinya desa dapat menyelenggarakan pemerintahannya sesuai dengan apa
yang memang dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi target sasaran dari
penyelenggaraan pemerintah desa.
Menurut bagir mana dalam Abdulah Sabaruddin
(2010) otonomi adalah, “Kebebasan dan
kemandirian (vrijheid dan zelfsatndigheid) satuan
pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan.” Urusan pemerintahan yang
boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang
lebih rendah tersebut.
dengan lahirnya UU No 6/2014 tentang Desa memberikan ruang desa untuk
menyelenggarakan otonominya sendiri dengan mengatur kewenangan sesuai dengan
kemampuan dan kondisi yang ada pada daerahnya.
Dikeluarkannya UU
6/2014 tentang desa merupakan pemberian otonomi kepada desa untuk
menyelenggarakan pemerintahan desa. dengan hal tersebut otonomi juga memberikan
kewenangan kepada desa yang tertuang dalam pasal 18 Kewenangan Desa meliputi
kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat
Desa berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
kewenangan tersebut dibagi berdasakan bidang yang harus dilaksanakan oleh desa.
Selanjutnya pada
pasal 19 UU6/2014 tentang desa, kemenangan desa meliputi: a) kewenangan atas
hak asal usul; b) kewenangan lokal bersekala desa; c) kewenangan yang ditugaskan
oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota;
dan d) kewenangna lain yang ditugaskan
oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dilihat
dari kewenangan tersebut, desa mendapatkan 2 bentuk kewenangan yaitu atributi
dan delegatif. Kewenangan menurut sumber dan cara memperolehnya, kewenangan
diklasifikasi atas atribusi, delegasi, dan sebagian pakar menambah satu
klasifikasi lagi, yakni mandat. Klasifikasi tersebut juga membawa konsekuensi
berbeda dalam arah tanggung jawab dan pihak yang bertangung jawab (Maksum. HR,
2011).
Tentunya
dalam peyerahan kewenangan kepada pemerintah desa dalam berotonomi terdapa 2
pola penyerahan kewenangan, yaitu: Pertama, pola general-competence
atau open-end
arrangement. Pola ini mendorong penyerahan wewennag secara
luas kepada daerah di mana Pemerintah Pusat memegang secara terbatas
jenis/jumlah urusannya dan sisanya yang sangat besar menjadi bagian kewenangan
daerah. Kedua, distribusi menurut pola ultra vires, di
mana daerah hanya menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan secara
terbatas/limitatif sementara sisa sebagian besar lainnya menjadi kewenagan
Pemerintah Pusat (Jaweng,2012). Untuk itu, penyerahan kewenangan dalam
mendukung otonomi desa/desa adat setalah UU 6/2014 tentang Desa dapat menciptakan
penyelenggaraan pemerintah desa yang baik dalam memenuhi tuntutan kemajuan
desa/desa adat yang berbasiskan local
governing community.