Senin, 29 September 2014

MENIMBANG KEWENANGAN DESA

Desa merupakan bentuk komunitas yang berotonomi dalam menyelenggarakan pemerintahan mendapatkan pelimpahan kewenangan untuk dapat memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan kepada masyarakat. Dengan otonomi desa saat ini, terdapat beberapa kewenangan desa yang diberikan untuk ditetapkan terlebah dahulu dan selanjutnya dilaksanakan oleh pemerintah desa.

Kewenangan desa/desa adat dalam berotonomi nantinya memberikan penjelasan terhadap bidang-bidang dalam penyelenggaraan pemerintahan pemerintahan desa. hal ini sangat penting untuk segera ditentukan apa saja program/kegaitan yang merupakan turunan dari kewenangan desa tersebut, sehingga nantinya desa dapat menyelenggarakan pemerintahannya sesuai dengan apa yang memang dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi target sasaran dari penyelenggaraan pemerintah desa.

Menurut bagir mana dalam Abdulah Sabaruddin (2010) otonomi adalah, Kebebasan dan kemandirian (vrijheid dan zelfsatndigheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. dengan lahirnya UU No 6/2014 tentang Desa memberikan ruang desa untuk menyelenggarakan otonominya sendiri dengan mengatur kewenangan sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada pada daerahnya.

Dikeluarkannya UU 6/2014 tentang desa merupakan pemberian otonomi kepada desa untuk menyelenggarakan pemerintahan desa. dengan hal tersebut otonomi juga memberikan kewenangan kepada desa yang tertuang dalam pasal 18 Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. kewenangan tersebut dibagi berdasakan bidang yang harus dilaksanakan oleh desa.

Selanjutnya pada pasal 19 UU6/2014 tentang desa, kemenangan desa meliputi: a) kewenangan atas hak asal usul; b) kewenangan lokal bersekala desa; c) kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota; dan d) kewenangna lain yang  ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dilihat dari kewenangan tersebut, desa mendapatkan 2 bentuk kewenangan yaitu atributi dan delegatif. Kewenangan menurut sumber dan cara memperolehnya, kewenangan diklasifikasi atas atribusi, delegasi, dan sebagian pakar menambah satu klasifikasi lagi, yakni mandat. Klasifikasi tersebut juga membawa konsekuensi berbeda dalam arah tanggung jawab dan pihak yang bertangung jawab (Maksum. HR, 2011).

Tentunya dalam peyerahan kewenangan kepada pemerintah desa dalam berotonomi terdapa 2 pola penyerahan kewenangan, yaitu: Pertama, pola general-competence atau open-end arrangement. Pola ini mendorong penyerahan wewennag secara luas kepada daerah di mana Pemerintah Pusat memegang secara terbatas jenis/jumlah urusannya dan sisanya yang sangat besar menjadi bagian kewenangan daerah. Kedua, distribusi menurut pola ultra vires, di mana daerah hanya menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan secara terbatas/limitatif sementara sisa sebagian besar lainnya menjadi kewenagan Pemerintah Pusat (Jaweng,2012). Untuk itu, penyerahan kewenangan dalam mendukung otonomi desa/desa adat setalah UU 6/2014  tentang Desa dapat menciptakan penyelenggaraan pemerintah desa yang baik dalam memenuhi tuntutan kemajuan desa/desa adat yang berbasiskan local governing community.